Enam Muhajir
Pada tahun ketiga Hijrah, beberapa orang dari kabilah Adhal dan Qarah yang sepertinya satu rumpun dengan Quraisy dan tinggal disekitar Mekah, pergi menemui Rasulullah SAW, kepada Rasulullah mereka berkata, "Sebagian masyarakat di kabilah kami telah memeluk agama Islam, maka utuslah ke daerah kami beberapa orang untuk mengajarkan arti agama, Al-Qur'an, dasar-dasar dan undang-undang Islam."
Rasulullah SAW mengirim enam orang sahabatnya untuk keperluan ini dan diberangkatkan bersama delegasi dari kabilah Adhal dan Qarah. Kepala rombongan diberikan oleh Rasulullah SAW kepada seorang lelaki bernama Martsad bin Abi Martsad atau orang lain bernama Ashim bin Tsabit.
Para utusan Rasulullah SAW beserta delegasi yang datang ke Madinah akhirnya berangkat hingga sampai di kawasan hunian kabilah Hudzail. Mereka berhenti di sana untuk beristirahat dan melepas lelah. Para pengajar agama utusan Rasulullah sedang tidur lelap, tiba-tiba sekelompok orang dari kabilah Hudzail dengan pedang terhunus menyerang mereka. Mereka baru menyadari ternyata delegasi yang datang ke Madinah itu sejak awal sudah berniat menjebak atau berubah pikiran di tengah jalan demi imbalan yang akan mereka dapat dari para pemuka Quraisy dengan menawan atau membunuh orang-orang Islam.
Para utusan Rasulullah SAW beserta delegasi yang datang ke Madinah akhirnya berangkat hingga sampai di kawasan hunian kabilah Hudzail. Mereka berhenti di sana untuk beristirahat dan melepas lelah. Para pengajar agama utusan Rasulullah sedang tidur lelap, tiba-tiba sekelompok orang dari kabilah Hudzail dengan pedang terhunus menyerang mereka. Mereka baru menyadari ternyata delegasi yang datang ke Madinah itu sejak awal sudah berniat menjebak atau berubah pikiran di tengah jalan demi imbalan yang akan mereka dapat dari para pemuka Quraisy dengan menawan atau membunuh orang-orang Islam.
Begitu menyadari ada serangan, para utusan Rasulullah SAW segera mengambil senjata dan bersiap mempertahankan diri.
Orang-orang dari kabilah Hudzail bersumpah bahwa mereka tidak ada niat untuk membunuh utusan Rasulullah SAW, mereka berkata, "Kami tidak akan melukai kalian, kami hanya akan meyerahkan kalian kepada orang-orang Quraisy di Mekah dan mendapatkan imbalan dari mereka. Sekarang juga kami akan membuat perjanjian bahwa kami tidak akan membunuh kalian."
Tiga orang dari para sahabat Rasulullah SAW, termasuk Ashim bin Tsabit berkata, "Kami tidak akan menerima kehinaan mengikat perjanjian dengan orang-orang musyrik, kami akan berjuang sampai mati."
Namun tiga yang lainnya yang bernama Zaid bin Datsnah, Khubaib bin Adiy dan Abdullah bin Thariq menunjukkan sikap yang lunak dan menyerahkan diri kepada mereka.
Mereka bertiga diikat dengan tali dan segera digiring ke Mekah. Ketika hampir memasuki kota Mekah, Abdullah bin Thariq berhasil melepaskan diri dari ikatan lalu melakukan perlawanan terhadap mereka, namun karena jumlah musuh terlalu banyak, maka Abdullah pun gugur syahid setelah menerima banyak lemparan batu.
Zaid dan Khubaib berhasil di bawa ke Mekah dan dijual serta ditukar dengan dua tawanan Hudzail.
Syafwan bin Umah Qurasyi membeli Zaid dari tangan orang-orang Hudzail untuk di bunuh sebagai balas dendam atas darah ayahnya yang terbunuh di Uhud atau Badar.
Dia dibawa ke luar kota Mekah untuk dibunuh, masyarakat Quraisy berkumpul untuk menyaksikan apa yang terjadi. Zaid digiring menuju tempat pembataian, namun dia tetap tegar berjalan dengan langkah-langkah pasti tanpa sedikit menunjukkan rasa takut.
Abu Sufyan, ayah Muawiyah, termasuk mereka yang ikut menyaksikan peristiwa balas dendam itu. Dia memanfaatkan kesempatan di detik-detik akhir hayat Zaid, dia ingin menarik sebuah ungkapan penyesalan atau cacian terhadap Rasulullah SAW dari lisannya, dia segera maju dan berkata padanya,"Aku menyumpahmu atas nama Allah, tidakkah engkau lebih senang apabila saat ini Muhammad berada di posisimu dan kami akan memenggal lehernya sebagai ganti dari kepalamu sehingga engkau dapat kembali bercengkerama dan bersenang-senang dengan istri beserta anak-anakmu..?"
Zaid berkata, "Demi Allah, aku tidak rela kaki Rasulullah Muhammad SAW terkena duri, sementara aku duduk tenang di rumah bersama istri dan anak-anakku..!"
Mulut Abu Sufyan bungkam seribu bahasa penuh takjub, dia berpaling lalu menghadap kepada orang-orang Quraisy seraya berkata, "Aku bersumpah bahwa aku tidak pernah menyaksikan sahabat-sahabat seseorang yang mencitainya seperti cinta sahabat-sahabat Muhammad kepada beliau..!"
Setelah Zaid, kini giliran hukuman gantung jatuh pada Khubaib bin Adiy. Dia pun dibawa ke luar kota Mekah, namun sebelum mejalani hukuman, dia meminta izin untuk melaksanakan shalat 2 rakaat.
Mereka memberinya izin, dan Khubaib mendirikan dua rakaat shalat tersebut engan penuh kekhusyukan serta takzim kepada Allah SWT.
Usai shalat, Khubaib berkata kepada mereka, "Demi Allah, seandainya tidak karena tuduhan serta fitnah yang akan kalian rujat bahwa aku takut mati, maka aku akan lebih banyak lagi mendirikan shalat..!"
Khubaib akhirnya diikat di tiang gantung, pada saat itulah suara merdu munajat penuh nuansa kerohanian Khubaib di dengar oleh orang-orang musyrik Quraisy, mereka terhenyak dan terbius, bahkan sebagian menjatuhkan diri ke atas tanah lantaran takut. Dia tak putus-putusnya bermunajat dengan Tuhannya sambil berkata, "Ya Allah..!, kami telah mengimani dan menerima risalah-Mu yang dibawa nabi-Mu Muhammad SAW, maka di pagi ini kami mohon kepada-Mu, sampaikan apa yang menimpa kami kepada Rasul-Mu..! Ya Allah..!, awasi dan hancur-leburkan masyarakat lalim ini, jangan kau sisakan satu pun dari mereka..!"
Kisah ini adalah sebuah contoh kecil dari kecintaan dan mahabbah kaum Muslimin pada pribadi agung Rasulullah SAW.
Alhamdulillah...
0 Response to "Enam Muhajir"
Post a Comment
komentar anda adalah pelajaran untuk saya.....