Haditsul-Ifk (Berita Bohong)

Haditsul-Ifk (Berita Bohong)

Sekembalinya Rasulullah SAW dan pasukan Muslimin dari peperangan melawan Bani Musthaliq, di Madinah tersiar desas-desus yang menyentuh kehormatan dan kesucian istri Rasulullah SAW., Siti Aisyah r.a.  Desas-desus itu dimanfaatkan oleh 'Abdullah bin Ubay dan para pengikutnya, kaum munafik, dengan mengganggu Rasulullah SAW, dan menyebarkan fitnah di kalangan kaum Muslimin.

Berbagai sumber riwayat mengatakan, telah menjadi kebiasaan Rasulullah SAW apabila hendak bepergian jauh selalu mengadakan undian untuk menentukan di antara para istrinya yang diajak serta.  Pada waktu hendak berangkat menghadapi peperangan melawan Bani Musthaliq beliau mengundi para istrinya.  "Ketika itu undian jatuh pada diriku," demikian Siti 'Aisyah r.a. menceritakan.  "... Atas dasar undian tersebut Rasulullah SAW, mengajakku berangkat menyertainya.  Aku seorang wanita yang bertubuh kecil dan ringan.  Khusus bagiku beliau menyediakan sebuah haudaj (sekedup) yang biasa digunakan oleh salah seorang istrinya yang mengikuti beliau dalam perjalanan jauh.  Dalam keadaan seperti itulah aku berangkat menyertai Rasulullah SAW dalam menghadapi peperangan melawan Bani Musthaliq.  Setelah peperangan berakhir beliau bersama pasukan meninggalkan medan perang hendak kembali ke Madinah, menempuh perjalanan satu setengah hari terus menerus hingga tiba di sebuah tempat.  Di sana beliau dan semua anggota pasukan berhenti untuk beristirahat dan menginap.  Keesokan harinya berangkat lagi melanjutkan perjalanan."
Pada saat-saat rombongan siap berangkat, Siti 'Aisyah r.a. keluar dari kemah Rasulullah SAW, untuk suatu hajat ke tempat yang agak jauh.  Ketika itu haudaj telah disiapkan di depan pintu kemahnya.  Sejak keluar dari kemah hingga selesai menunaikan hajat ia tidak merasa bahwa seuntai kalung yang dipakainya terlepas dan jatuh.  Hal itu baru diketahuinya setelah ia kembali hendak masuk ke dalamhaudaj.  Tanpa diketahui orang lain ia pulang kembali ke tempat ia menunaikan hajat, menelusuri jalan yang dilewatinya semula, mencari-cari kalung yang hilang.  Lama ia mencari hingga lelah lalu ia duduk untuk menghilangkan penat.  Ketika itu rombongan menduga ia sudah berada di dalam haudaj, karenanya haudaj yang tertutup rapat itu mereka angkat, dinaikkan ke atas punggung unta, kemudian berangkatlah rombongan meneruskan perjalanan pulang ke Madinah.  Tidak seorangpun dari rombongan Rasulullah SAW, yang meragukan keberadaan Siti 'Aisyah r.a. di dalam haudaj.  Karena tubuhnya yang kecil dan ringan itu maka beberapa orang yang menaikkan haudaj ke atas punggung unta pun yakin bahwa istri Rasulullah SAW itu sudah berada di dalamnya.

"Ketika aku kembali ke tempat rombongan, tidak kujumpai seorang pun yang masih tinggal..!" Demikian Siti 'Aisyah melanjutkan ceritanya.  "Namun aku mengira apabila mereka mengetahui bahwa aku tidak berada di dalam haudaj, mereka pasti akan segera kembali ke tempat ini untuk mencariku.  Oleh karena itu aku berpikir, lebih baik tetap tinggal dari pada berlari-lari mengejar mereka yang sudah jauh.  Kuhamparkan jilbabku di atas pasir lalu aku berbaring menghilangkan lelah sambil menunggu kedatangan mereka kembali.  Di saat aku sedang menunggu-nunggu tiba-tiba kulihat Shafwan bin Mu'atthal As-Silmiy di atas untanya berjalan menyusul rombongan karena ia terlambat berangkat dan tertinggal sekian jauh dari rombongan Rasulullah SAW.  Pada masa itu para istri Nabi belum diwajibkan berjilbab dan Shafwan sudah mengenalku.  Ketika ia melihatku seorang diri ia menghampiriku lalu menanyakan sebab apa aku tertinggal di tempat itu.  Aku tidak menjawab.  Ia lalu segera turun dari untanya dan sambil menyingkir ke belakang unta ia mempersilahkan aku naik.  Setelah aku naik ia mulai berjalan cepat-cepat sambil menuntun unta hendak mengejar rombongan, tetapi tidak berhasil karena mereka sudah demikian jauh dan berjalan cepat ingin segera tiba di Madinah untuk beristirahat.  Setiba mereka di Madinah dan setelah membongkar barang-barang yang diangkutnya dari punggung unta barulah mereka mengetahui bahwa diriku tidak berada di dalam sekedup.  Mereka sibuk mencari-cari, tetapi tidak seorang pun yang mengetahui di mana aku berada.  Siang hari Shafwan tiba di Madinah, ia lalu membantuku turun dari punggung unta.  Setelah itu ia pergi dan aku pun masuk ke dalam rumahku.  Aku sama sekali tidak mengira ada orang yang berprasangka buruk terhadap diriku dan terhadap Shafwan".

Para ahli riwayat menuturkan, ketika itu terdapat beberapa orang yang secara diam-diam dan dari mulut ke mulut membicarakan kedatangan Siti 'Aisyah bersama Shafwan dengan berbagai prasangka buruk, tetapi Siti 'Aisyah sendiri tidak mengetahui sama sekali apa yang menjadi pembicaraan orang banyak mengenai dirinya.  Pada akhirnya desas-desus itu di dengar oleh Rasulullah SAW terhadap dirinya, yang semulanya ramah dan penuh perhatian sekarang berubah menjadi acuh tak acuh. Berhari-hari Siti 'Aisyah pilu dan sedih memikirkan suatu masalah yang ia sendiri tidak mengetahui sebabnya.  Tidak ada seorang pun yang memberi tahu kepadanya apa yang sedang menjadi pembicaraan orang banyak mengenai dirinya.  Tubuhnya yang kecil dan ringan itu makin hari makin kurus dan akhirnya jatuh sakit.

Dalam ceritanya yang melukiskan betapa berat penderitaan batin yang ditanggungnya selama itu Siti 'Aisyah antara lain berkata "Apabila Rasulullah SAW datang menjengukku dan melihat ibuku sedang merawatku, beliau tidak lebih hanya bertanya 'Bagaimanakah keadaanmu..?'.  Padahal sebelum itu beliau selalu ramah dan sangat memperhatikan diriku.  Hal itu menambah kepiluan dan kesedihan, sedangkan aku sendiri tetap tidak mengetahui apa sebabnya.  Ketika ibuku minta diizinkan memindahkan diriku ke rumahnya untuk dirawat dengan lebih baik, beliau mengizinkannya.  Dalam keadaan sakit aku berangkat bersama ibuku pindah ke rumahnya.  Aku sungguh pilu melihat sikap Rasulullah SAW sedemikian kaku, yang selama ini tidak pernah kubayangkan."

Lebih dari dua puluh hari Siti 'Aisyah r.a. tinggal di rumah ayahnya.  Hingga sembuh ia masih tetap belum mengetahui apa yang menjadi pembicaraan orang mengenai dirinya.  Ia menduga Juwairiyyah yang cantik molek itu telah merebut hati Rasulullah SAW.

'Abdullah bin Ubaiy menunggangi peristiwa itu untuk melampiaskan kedengkiannya terhadap Rasulullah SAW.  Dengan maksud hendak menimbulkan fitnah dan mengganggu Rasulullah SAW, ia menyebarkan desas-desus berbisa di kalangan kaum Muslimin.  Dalam hal itu secara tidak langsung mendapat bantuan dari Hassan bin Tsabit dan Hammah, saudara perempuan Zainab binti Jahsy istri Rasulullah SAW.  Ketika itu Zainab belum lama menikah dengan beliau.  Kendati ia seorang wanita cantik rupawan dan termasuk kerabat beliau sendiri, namun ia tidak mendapat tempat di hati beliau sebagaimana yang di dapat Siti 'Aisyah r.a.  Hammah itulah yang menyampaikan desas-desus kepada 'Ali bin Abi Thalib r.a.

Beberapa sumber riwayat menuturkan, ketika Siti 'Aisyah r.a. menceritakan pengalamannya yang pahit itu antara lain berkata, bahwa Rasulullah SAW telah meminta pendapat dari beberapa orang sahabatnya untuk menentukan langkah apa yang sebaiknya perlu diambil, mengingat pembicaraan orang-orang makin santer mengenai istrinya, Siti 'Aisyah r.a.  Di antara mereka yang dimintai pendapat ialah Usamah bin Zaid dan 'Ali bin Abi Thalib r.a.  Usamah menegaskan kesucian dan kebaikan perilaku Siti 'Aisyah r.a. serta berani memastikan bahwa ia sama sekali bersih dari semua yang di desas-desuskan orang mengenai dirinya.  Lain halnya dengan 'Ali bin Abi Thalib, ketika dimintai pendapatnya, ia menjawab, "Ya.. Rasulullah, masih banyak wanita lain, Anda bisa mendapatkan penggantinya..!"

Mengenai sampainya desas-desus tersebut kepada Siti 'Aisyah r.a. para penulis buku-buku riwayat kehidupan Rasulullah SAW menuturkan, bahwa ia mendengar berita yang meresahkan itu dari seorang wanita kaum Muhajirin bernama Ummu Misthah.  Pada suatu malam Siti 'Aisyah keluar bersama wanita tersebut untuk keperluan buang hajat.  Di saat dua orang wanita sedang berjalan kaki Ummu Misthah berucap, "Celaka si Misthah..!" Misthah adalah anak lelaki Ummu Misthah yang turut serta dalam perang Badr melawan kaum musyrikin Quraisy.  Karena itu Siti 'Aisyah heran mendengar ucapan yang tidak semestinya dilontarkan terhadap seorang pahlawan perang Badr (ahlul-Badr), ia lalu berkata, "Alangkah buruknya ucapan yang engkau lontarkan terhadap seorang dari Muhajirin yang turut serta dalam perang Badr bersama Rasulullah..!" Ummu Misthah tidak menanggapi kata-kata Siti 'Aisyah, tetapi malah mengalihkan pembicaraan mengenai maslah lain.  Ia bertnya, "Hai puteri Abu Bakar, sudahkah Anda mendengar berita mengenai diri anda..?" Ummu Mitshah lalu melanjutkan pembicaraannya dengan menceritakan kepada Siti 'Aisyah semua berita yang didengarnya mengenai diri istri Rasulullah SAW itu.  Setelah mendengar berita seperti itu Siti 'Aisyah merasa seolah-olah langit runtuh dan bumi terbalik menggoncangkan pikiran dan perasaannya.

Setelah menyelesaikan hajatnya ia cepat-cepat pergi menemui ibunya dengan perasaan cemas, resah dan gelisah.  Dengan suara tersendat-sendat dan nafas terengah-engah ia berkata, "Ibu, banyak orang membicarakan diriku, kenapa ibu tidak pernah memberitahukan soal itu kepadaku..?" Ibunya menjawab,"Anakku, tak usah engkau menghiraukan desas-desus itu..! Wanita cantik seperti engkau itu bila berhasil merebut hati seorang suami dan menghadapi beberapa orang madu, mereka tentu banyak mempercakapkan dirinya dan karena iri hati, mereka berupaya menjatuhkannya dalam pandangan suaminya".  Akan tetapi soal Rasulullah SAW terpengaruh oleh desas-desus mengenai dirinya, terutama setelah ia menyaksikan perubahan sikap dan kekakuan beliau terhadap dirinya, merupakan suatu hal yang belum pernah dialami semenjak ia menikah dengan beliau.  Namun apakah yang dapat dilakukan olehnya..? Desas-desus bertambah santer dan kaum munafik semakin giat menyebarkan fitnah sehingga Rasulullah SAW menjadi gusar.  Dalam salah satu khutbahnya beliau antara lain berkata, "Hai kaum Muslimin, kenapa orang-orang mengganggu ketentraman keluargaku dan mengatakan hal-hal yang tidak benar mengenai mereka..? Padahal kulihat mereka itu baik-baik saja.  Sepanjang pengetahuanku orang lelaki itu (Shafwan) tidak berbuat buruk dan tiap atang ke rumahku ia selalu bertemu denganku..!"

Setelah Rasulullah SAW mengakhiri khutbahnya berdirilah seorang ari kabilah Aus bernama Usaid bin Ja'far (sementara riwayat mengatakan ia adalah Sa'ad bin Mu'adz) lalu berkata, "Ya Rasulullah, kalau yang menyebarkan desas-desus itu orang dari kabilah Aus, kamilah yang akan menghentikannya, tetapi kalau yang berbuat itu orang-orang dari kabilah Khazraj perintahkan kami bertindak terhadap mereka..!"Kata-kata orang dari kabilah Aus itu membangkitkan kemarahan pemimpin kabilah Khazraj, Sa'ad bin Ubadah.  Ia segera menjawab, "Engkau berkata seperti itu karena engkau tahu bahwa mereka itu dari kabilah Khazraj, tetapi kalau mereka itu dari kabilahmu sendiri pasti engkau tidak akan berkata seprti itu..!"terjadilah percekcokan sehingga nyaris berkembang menjadi perkelahian, tetapi mujurlah Rasulullah SAW cepat-cepat menyuruh mereka semua diam.

Beberapa saat kemudian beliau datang menemui Siti 'Aisyah r.a. yang ketika itu sedang menangis di depan ayah ibunya, ditemani seorang wanita dari kaum Anshar yang juga turut menangis.  Melihat Rasulullah SAW datang Siti 'Aisyah r.a. tetap menangis dan tidak menyapanya.  Kemudian beliau mendahului berkata, "Hai Aisyah, engkau telah mendengar sendiri apa yang dikatakan orang banyak mengenai dirimu, hendaklah engkau takut kepada Allah..! karena Allah senantiasa berkenan menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan perbuatan yang salah".  Siti 'Aisyah tetap diam, ia menunggu apa yang hendak dikatakan oleh ayah-bundanya sebagai jawaban, tetapi dua-duanya ternyata tidak mengucapkan sepatah kata pun juga.  Dengan sedih dan hati kesal ia menoleh ke arah ayah-ibunya lalu berkata sambil menangis, "Kenapa ayah dan ibu diam saja, tidak menjawab..?" Dua-duanya menyahut, "Demi Allah kami tidak tahu bagaimana harus menjawab..!" Pada wajah keduanya tampak kesedihan mencekam perasaan dan kembali diam seperti semula.  Akhirnya Siti 'Aisyah menoleh kepada Rasulullah SAW dan dengan airu mata bercucuran ia berkata, "Demi Allah, aku tidak mau bertobat sebagaimana yang Anda katakan tadi, karena aku merasa tidak bersalah.  Bagaimana aku harus bertobat atas sesuatu yang tidak pernah aku lakukan..?" setelah diam sejenak dia berkata melanjutkan, "Kalau aku tidak mengaku berbuat salah dan kalian masih tetap tidak percaya, aku hanya dapat mengatakan sebagaimana yang dahulu dikatakan oleh Nabi Yakub kepada putera-puteranya, 'Bersabar lebih baik, kepada Allah sajalah aku mohon pertolongan terhadap apa yang kalian katakan..!'"

Mengakhiri kisah pengalaman yang menyedihkan itu Siti 'Aisyah r.a. berkata lebih jauh, "Demi Allah, baru saja Rasulullah SAW tiba kembali di rumahnya beliau seolah-olah pingsan sebagaimana yang sering terjadi pada saat-saat beliau menerima wahyu dari Allah SWT.  Beliau kuselimuti dengan pakaiannya, kemudian kuletakkan sebuah bantal di bawah kepalanya.  Beberapa saat setelah itu beliau bangun dan duduk, sekujur badannya basah karena keringat.  Sambil menyeka keringat pada keningnya beliau berkata, 'Hai, 'Aisyah kabar gembira bagimu.  Allah telah menurunkan wahyu yang menegaskan kesucianmu..!'" Beliau lalu keluar dan berkhutbah di depan kaum Muslimin yang sedang berkumpul di dalam Masjid.  Setelah menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya dan menyatakan kesucian Siti 'Aisyah dari semua yang didesas-desuskan orang, beliau membacakan wahyu yang baru saja diturunkan Allah SWT kepadanya.

Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.  Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohon itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata."  Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Olah karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang- orang yang dusta.  Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu.  Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.  Dan mengapa kamu tidak berkata, diwaktu mendengar berita bohong itu: "Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini, Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar."  Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman. (QS An-Nur [24] : 11-17)

0 Response to "Haditsul-Ifk (Berita Bohong)"

Post a Comment

komentar anda adalah pelajaran untuk saya.....